Pemasaran adalah salah satu komponen paling vital bagi sebuah perusahaan untuk tetap survive. Departemen Pemasaran dan Departemen penjualan adalah dua area yang perlu mendapat perhatian khusus oleh semua eksekutif perusahaan. Pertama, karena dua departemen ini memang berkorelasi langsung terhadap hidup mati perusahaan, kedua karena keduanya adalah dua departemen berbiaya sangat tinggi dan rawan pembusukan.
Dalam skala kecil dan sering, pernahkah kita melihat salesman yang membagi brosur sepeda motor dengan cara yang ngawur? Semua orang diberi brosur, ada yang mendapat satu, dua ada juga yg mendapat 5 brosur sekaligus. Contoh yang lebih parah barangkali adalah salesman yang membagikan brosur penjualan sepeda motor dari sebuah mobil pickup yang sedang berjalan dengan cara disebarkan alias dihamburkan ke jalanan dengan harapan ada yang tertarik memungut salah satunya dan membeli, saya pernah melihatnya. Benar-benar tidak punya sense of crisis. Itu adalah contoh kecil pembusukan pemasaran.
Dalam struktur perusahaan yang lebih rapi, pembusukan masih bisa terjadi di banyak area. Beberapa diantaranya bahkan pembusukan secara sadar dan resmi. Resmi? Bagaimana mungkin? Di salah satu perusahaan tempat kerja saya dulu pernah diadakan sebuah kontes penjualan, targetnya adalah “sell in”, istilah untuk penjualan dari Principal ke distributor. Saat itu sebenarnya kondisinya adalah jumlah dan kapasitas produk sangat terbatas, sehingga beberapa area harus di “jatah” jumlah stok dan pembeliannya, tak boleh terlalu banyak. Nah, yang menarik dan mengejutkan adalah justru produk itu yang dijadikan kontes penjualan. Tentu saja di banyak area para supervisor dan manajer tidak perlu berkeringat untuk memenangkan kontesnya. Pada akhirnya kontes dan promosi semacam ini tidak menghasilkan apapun bagi perusahaan selain bertambahnya biaya dan pemborosan secara resmi.
Back to Basic
Pos dalam pemasaran yang perlu diwaspadai oleh semua eksekutif perusahaan salah satunya adalah kegiatan-kegiatan berlatar brand activation. Kegiatan-kegiatan seperti ini sebagian besar berbiaya tinggi, dengan intensitas yang juga tinggi. Para pemasar seringkali tampak begitu sibuk membuat berbagai event dan kegiatan di berbagai tempat dan kota, dengan aktifitas dan mobilitas yang juga sangat tinggi, dan tentu saja semua itu menguras budget. Tapi bukankah brand activation itu penting? Iya, pada tataran ini jawabannya iya, tapi dalam tataran program harus sangat hati-hati karena ini menyangkut dua hal penting: strategi dan budget. Keduanya berhubungan langsung dengan hidup dan mati perusahaan. Jangan sampai brand activation yang bertujuan mulia ini justru ujung dari kegagalan strategi dan merupakan pembusukan biaya.
Jika kita mulai melihat tanda-tanda pembusukan pemasaran, apa yang harus kita lakukan? Pertama, tentu saja langkah standarnya adalah audit pemasaran. Dengan adanya audit pemasaran kita bisa langsung tahu dimana inefisiensi dan pembusukan sedang dan telah terjadi, untuk kemudian mengambil langkah-langkah pencegahan dan penyembuhan.
Apakah audit pemasaran saja cukup? Tidak, tentu saja tidak cukup. Kita perlu pisau analisa yang lebih mendasar untuk menghindari dan menyembuhkan pembusukan pemasaran ini, salah satunya yang bisa dipakai adalah adalah langkah “Back to Basic”.
Back to basic adalah langkah-langkah strategis untuk kembali kepada hal-hal yang sifatnya mendasar dan sangat dibutuhkan oleh perusahaan. Semua program harus memenuhi kaidah ini. Jadi program-program pemasaran yang keluar dari prinsip-prinsip tersebut dan hanya berupa program lipstik harus ditinjau ulang. Sering kali ketika sebuah program dihentikan justru penjualan tidak menurun, sementara biaya produksi lebih hemat.
Menurut Mark Steven, hal seperti ini disebut moratorium pemasaran. Jadi banyak sekali jenis promosi dan program lain yang ternyata begitu dihentikan kita justru tau bahwa semua itu tidak ada gunanya. Ketika aktivitas pemasaran dan promosi sangat penuh, seorang eksekutif perusahaan perlu sejenak mengambil jeda, melihat ulang semuanya.